Jumat, 13 November 2009

ilmu hadits

PENDAHULUAN
Hadits adalah pensyarah yang menjelaskan kemujmalan (keglobalan) Al-qur’an. Misalnya didalam Al-qur’an ada perintah untuk mengerjakan sholat, akan tetapi di dalamnya tidak dijelaskan bagaimana cara mengerjakan sholat. Semua hukum-hukum yang berkaitan dengan sholat seperti waktu sholat, rukun-rukun sholat, gerakan-gerakan sholat, pembatal-pembatal sholat, dan hukum-hukum lainnya dapat kita temukan penjelasannya di dalam Hadits
Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam.
Ilmu Hadits adalah ilmu yang sangat luas dan ilmiah. Oleh karena itu, tidak cukup
dengan hanya mengetahui istilah-istilahnya, akan tetapi jika ingin mendalami ilmu ini, seorang
tholabul ilm (penuntut ilmu agama) hendaknya membekali dengan ilmu-ilmu ushul terlebih
dahulu, seperti bahasa arab (nahwu, shorof, dan balaghoh), Tauhid, Mustholahul Hadits, ushul
tafsir, dan ushul fiqh.

PEMBAHASAN
Ilmu Hadits:
Ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk mengetahui kedudukan sanad dan matan, apakah diterima atau ditolak.
Hadits:
Apa-apa yang disandarkan kepada Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam, berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, dan sifat (lahiriyah dan batiniyah).
SANADسند)):
Mata rantai perawi yang menghubungkannya ke matan.
MATAN :(متن)
Perkataan-perkataan yang dinukil sampai ke akhir sanad.

PEMBAGIAN HADITS
Dilihat dari konsekuensi hukumnya:
1) Hadits Maqbul (diterima): terdiri dari Hadits sohih dan Hadits Hasan
2) Hadits Mardud (ditolak): yaitu Hadits dhoifPenjelasan:HADITS SOHIH:
Yaitu Hadits yang memenuhi 5 syarat berikut ini :
» Sanadnya bersambung (telah mendengar/bertemu antara para perawi).
» Melalui penukilan dari perawi-perawi yang adil. Perawi yang adil adalah perawi yang muslim,
baligh (dapat memahami perkataan dan menjawab pertanyaan), berakal, terhindar dari
sebab-sebab kefasikan dan rusaknya kehormatan (contoh-contoh kefasikan dan rusaknya
kehormatan adalah seperti melakukan kemaksiatan dan bid’ah, termasuk diantaranya merokok,
mencukur jenggot, dan bermain musik).
» Tsiqoh (yaitu hapalannya kuat).
» Tidak ada syadz (syadz adalah seorang perawi yang tsiqoh menyelisihi perawi yang lebih
tsiqoh darinya.
» Tidak ada illat(علة)atau kecacatan dalam Hadits
Hukum Hadits sohih: dapat diamalkan dan dijadikan hujjah.

HADITS HASAN:
Yaitu Hadits yang apabila perawi-perawinya yang hanya sampai pada tingkatan soduq
(tingkatannya berada dibawah tsiqoh).
Soduq: tingkat kesalahannya 50: 50 atau di bawah 60% tingkat ke tsiqoan-nya.
Soduq bisa terjadi pada seorang perawi atau keseluruhan perawi pada rantai sanad.
Para ulama dahulu meneliti tingkat ketsiqo-an seorang perawi adalah dengan memberikan
ujian, yaitu disuruh membawakan 100 hadits berikut sanad-sanadnya. Jika sang perawi mampu
menyebutkan lebih dari 60 hadits (60%) dengan benar maka sang perawi dianggap
tsiqoh.Hukum Hadits Hasan: dapat diamalkan dan dijadikan hujjah.HADITS HASAN SHOHIH
Penyebutan istilah Hadits hasan shohih sering disebutkan oleh imam Thirmidzi. Hadits hasan
shohih dapat dimaknai dengan 2 pengertian :
» Imam Thirmidzi mengatakannya karena Hadits tersebut memiliki 2 rantai sanad/lebih.
Sebagian sanad hasan dan sebagian lainnya shohih, maka jadilah dia Hadits hasan shohih.
» Jika hanya ada 1 sanad, Hadits tersebut hasan menurut sebagian ulama.

HADITS MUTTAFAQQUN ‘ALAIHI
Yaitu Hadits yang sepakat dikeluarkan oleh imam Bukhori dan imam Muslim pada kitab shohih
mereka masing-masing.TINGKATAN HADITS SHOHIH
» Hadits muttafaqqun ‘alaihi
» Hadits shohih yang dikeluarkan oleh imam Bukhori saja
» Hadits shohih yang dikeluarkan oleh imam Muslim saja
» Hadits yang sesuai dengan syarat Bukhori dan Muslim, serta tidak dicantumkan pada
kitab-kitab shohih mereka.
» Hadits yang sesuai dengan syarat Bukhori
» Hadits yang sesuai dengan syarat Muslim
» Hadits yang tidak sesuai dengan syarat Bukhori dan Muslim. Syarat Bukhori dan Muslim:
perawi-perawi yang dipakai adalah perawi-perawi Bukhori dan Muslim dalam shohih mereka.

HADIST DHOIF:
Hadits yang tidak memenuhi salah satu/lebih syarat Hadits shohih dan Hasan.
Hukum Hadits dhoif: tidak dapat diamalkan dan tidak boleh meriwayatkan Hadits dhoif kecuali
dengan menyebutkan kedudukan Hadits tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar