Kamis, 03 Desember 2009

Arti Dari Sila Pertama Pancasila

TUGAS MAKALAH
“PENDIDIKAN PANCASILA”



 


 DISUSUN OLEH :
RICKY ADITYA DWI PRASETYA 09421006



HUKUM ISLAM
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2009/2010
PENDAHULUAN
Pada dasarnya, Indonesia adalah negara Pancasila, yang maknanya bukan negara agama dan bukan negara sekuler. Namun, kenyataannya masih sering terjadi konflik dalam masyarakat yang disebabkan oleh perbedaan- perbedaan yang bernuansa SARA’. Bahkan konflik-konflik yang terjadi seringkali mengancam eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Egoisme etnis, keagamaan, dan bahkan egoisme keberagamaan sering menampakkan wujudnya sampai melupakan cita-cita berbangsa dan bernegara. Praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) masih merajalela. Praktik ini jelas menunjukkan ekstrimisme kepentingan individual dan pengabaian terhadap hak orang lain dan bahkan menyebabkan mereka miskin.
Sesungguhnya sudah tepat, dalam arti karena ia memberi jalan tengah bagi hubungan antara agama dan negara. Adanya sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, merupakan bukti bahwa soal agama di Indonesia tidak ditempatkan di pinggir. Ada institusi Departemen Agama di sini, tapi hanya terbatas mengurusi hal-hal yang terkait dengan pendidikan dan birokratisasi penyelenggaraan ibadah yang bersikap masif, semisal ibadah haji, serta penetapan hari-hari besar Islam. Eksistensi dan peran Departemen Agama di Indonesia tidak membuat negara berpenduduk mayoritas Islam ini menjadi negara Islam.[1]
Pancasila hanya dasar, dan itu tak berarti tanpa adanya subjek yang dikenakan kepadanya, yaitu pelaku atau pelaksana dari Pancasila itu sendiri. Yang saya lihat, mayoritas masyarakat Indonesia seolah tak peduli dan bahkan acuh tak acuh terhadap dasar yang dilambangkan dengan burung Garuda ”gepeng” yang dipajang di depan kelas. Kenapa sebenarnya? Kenapa banyak warga negara tidak peduli pada dasar negara mereka? Apakah layak disebut warga negara?[2]

PEMBAHASAN
Arti atau makna kata tuhan pada masa sekarang umumnya (dalam konsep Kristen dan Islam serta Hindu). Bukan hanya sekedar seperti Sdr. Kareyo sebutkan yaitu Yang Maha Kuasa, Yang maha Besar, Yang Maha Esa, Yang Maha Kekal. Tetapi Sang pencipta, Prima Causa, bisa berbicara, bisa menjelma (dalam Kristiani), bisa marah. Jadi kita tidak bisa melupakan kriteria-kriteria terakhir ini. Kriteria-kriteria yang terakhir sama sekali berbeda dengan Nibbana. Konsep tuhan spt itu menjadi absurd, karena terjadi pertentangan seperti sifat mutlak dan abadi yang akan kontradiksi dengan sifat bisa menjelma atau berbicara.
Nibbana yang tercantum dalam Udana VIII, 3 tidak memiliki kriteria bisa marah, menitis/menjelma, berbicara. Jadi jika kita ingin menyamakan Nibbana dengan tuhan dalam konsep Kristen Islam dan Hindu, adalah sangat-sangat-sangat dan sangat keliru besar. Dan Udana VIII, 3 jelas berjudul : ”Pathamanibbanapatisamyuttasuttam” (Total Unbinding –English) atau sama dengan Nibbana.
Dalam teks Buddhist bahasa Pali maupun Sanskerta tidak ditemukan kata ”tuhan” karena kata ”tuhan” berasal dari bahasa Melayu. Dan dalam bahasa Sanskerta terdapat makna yang hampir sama dengan konsep agama Islam, Kristen dan Hindu yaitu kata ”Isvara” (penguasa semesta). Dalam Brahmajala Sutta, justru Sang Buddha menolak adanya Isvara yang sering disebut-sebut orang. Yang kebetulan pada saat itu ada yang mengaku-aku, tenyata adalah Deva Brahma yang mengaku sebagai penguasa, pencipta,dsb.
Sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa. Kita mengakui sebagai bangsa yang bertuhan, bangsa yang berkeyakinan dan bukan komunis ataupun atheis, tapi apakah pengejewantahannya telah terjadi dalam kehidupan sehari-hari? Kita lihat hampir di setiap kota di negeri ini ada yang namanya lokalisasi. Apa itu lokalisasi? Itu adalah tempat berkumpulnya para pelacur yang menjajakan dirinya kepada pria-pria hidung belang. Dalam semua agama yang dianut di negara kita ini, saya yakin pelacuran adalah dosa dan hukumnya haram. Tapi kenapa pelacuran justru diadakan oleh pemerintah melalui lokalisasi? Bukankah lokalisasi itu yang mengatur adalah pemerintah? Katanya bertuhan, tapi kenapa rumah ibadah bisa dekat dengan pelacuran?.
  
Arti dan Makna Sila Ketuhanan yang Maha Esa
1.             1.  Mengandung arti pengakuan adanya kuasa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan yang Maha Esa
2.             2. Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya.
3.      Tidak memaksa warga negara untuk beragama.
4.             3. Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama.
5.             4. Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah menurut agamanya masing-masing.
6.            5. Negara memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara dan mediator ketika terjadi konflik agama.[3]


BENTUK KOLABORASI PANCASILA DENGAN AGAMA


 IDEOLOGI PANCASILA SEBAGAI PILIHAN
Keberagaman agama dan pemeluk agama di Indonesia menjadi sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Kenyataan ini menuntut adanya kesadaran dari setiap pemeluk agama untuk menjaga keharmonisan hubungan di antara mereka.
Semua pemeluk agama memang harus mawas diri. Yang harus disadari adalah bahwa mereka hidup dalam sebuah masyarakat dengan keyakinan agama yang beragam. Dengan demikian, semestinya tak ada satu kelompok pemeluk agama yang mau menang sendiri.
Karena itu dipilihlah Pancasila sebagai dasar negara. Namun saat ini yang menjadi permasalahan adalah bunyi dan butir pada sila pertama. Sedangkan sejauh ini tidak ada pihak manapun yang secara terang-terangan menentang bunyi dan butir pada sila kedua hingga ke lima. Namun ada ormas-ormas yang terang-terangan menolak isi dari Pancasila tersebut.
Akibat maraknya parpol dan ormas Islam yang tidak mengakui keberadaan Pancasila dengan menjual nama Syariat islam dapat mengakibatkan disintegrasi bangsa. Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia yang cinta atas keutuhan NKRI maka banyak dari mereka yang mengatasnamakan diri mereka Islam Pancasilais, atau Islam Nasionalis.

KONTROVERSI PANCASILA
Sebagai dasar negara RI, Pancasila juga bukanlah peranan murni dari nilai-nilai yang berkembang di masyarakat Indonesia. Karena ternyata, sila-sila dalam Pancasila, sama persis dengan asas Zionisme dan Freemasonry. Seperti Monoteisme (Ketuhanan YME), Nasionalisme (Kebangsaan), Humanisme (Kemanusiaan yang adil dan beradab), Demokrasi (Musyawarah), dan Sosialisme (Keadilan Sosial). Tegasnya, Bung Karno, Yamin, dan Soepomo mengadopsi (baca: memaksakan) asas Zionis dan Freemasonry untuk diterapkan di Indonesia.
Selain alasan di atas, agama-agama yang berlaku di Indonesia tidak hanya Islam, tetapi ada Kristen Protestan dan Katolik, Hindu, Budha, bahkan Konghucu. Kesemua agama itu, menganut paham atau konsep bertuhan banyak, bahkan pengikut animisme. Hanya agama Islam saja yang memiliki konsep Berketuhanan YME (الله أحد).
Sejak awal, Pancasila agaknya tidak dimaksudkan sebagai alat pemersatu, apalagi untuk mengakomodir ke-Bhinekaan yang menjadi ciri bangsa Indonesia. Tetapi untuk menjegal peluang berlakunya Syari’at Islam. Para nasionalis sekuler, terutama Non Muslim, hingga kini menjadikan Pancasila sebagai senjata ampuh untuk menjegal Syariat Islam, meski konsep Ketuhanan yang terdapat dalam Pancasila berbeda dengan konsep bertuhan banyak yang mereka anut. Mereka lebih sibuk menyerimpung orang Islam yang mau menjalankan Syariat agamanya, ketimbang dengan gigih memperjuangkan haknya dalam menjalankan ibadah dan menerapkan ketentuan agamanya. Bagaimana toleransi bisa dibangun di atas konstruksi filsafat yang menghasilkan anarkisme ideologi seperti ini?
Pancasila, sudah kian terbukti, cuma sekadar alat politisi busuk yang anti Islam, namun mengatasnamakan ke-Bhinekaan. Padahal, bukan hanya Indonesia yang masyarakatnya multietnis, multi kultural, dan multi agama. Di Amerika Serikat, untuk mempertahankan ke-Bhinekaannya mereka tidak perlu Pancasila, begitu pun negara jiran Malaysia. Nyatanya, mereka justru lebih maju dari Indonesia.[4]

KESIMPULAN
Pancasila adalah ideologi yang sangat baik untuk diterapkan di negara Indonesia yang terdiri dari berbagai macam agama, suku, ras dan bahasa. Sehingga jika ideologi Pancasila diganti oleh ideologi yang berlatar belakang agama, akan terjadi ketidaknyamanan bagi rakyat yang memeluk agama di luar agama yang dijadikan ideologi negara tersebut.
Dengan mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara, jika melaksanakannya dengan baik, maka perwujudan untuk menuju negara yang aman dan sejahtera pasti akan terwujud.


DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. 1980. Manusia dan Agama. Jakarta: PT. Gramedia.

Nopirin. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila,Cet. 9. Jakarta: Pancoran Tujuh.

Notonagoro. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila dengan Kelangsungan Agama, Cet. 8. Jakarta: Pantjoran Tujuh.

Salam, H. Burhanuddin, 1998. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta: Rineka Cipta



[1] Koran Tempo, 9 Agustus 2007
[2] http://navilink47.multiply.com/journal/item/35
[3] http://khazanna032.wordpress.com/2009/07/16/makna-sila-sila-pancasila/

1 komentar:

  1. Makalah yang menarik. Namun dalam subjudul KONTROVERSI PANCASILA sepertinya tidak sinkron antara penjelasan utama dengan berikutnya. Saya ambil contoh:

    Pada alinea pertama

    ....sila-sila dalam Pancasila, sama persis dengan asas Zionisme dan Freemasonry. Seperti Monoteisme (Ketuhanan YME), Nasionalisme (Kebangsaan), Humanisme (Kemanusiaan yang adil dan beradab), Demokrasi (Musyawarah), dan Sosialisme (Keadilan Sosial).

    Kemudian pada alinea kedua:
    Kesemua agama itu, menganut paham atau konsep bertuhan banyak, bahkan pengikut animisme. Hanya agama Islam saja yang memiliki konsep Berketuhanan YME (الله أحد).

    Berdasarkan di atas maka agama Islam juga termasuk menerapkan asas Zionisme dan Freemasonry karena memiliki konsep Berketuhanan YME (الله أحد). Menurut alinea pertama, yaitu: asas Zionisme dan Freemasonry. Seperti Monoteisme (Ketuhanan YME),......

    Kemudian hal yang lainnya lagi istilah "ketuhanan" tidak berarti mengakui satu tuhan. Dalam bahasa Indonesia, awalan ke- dan akhiran -an jika digunakan pada kata dasar maka akan merubah fungsi ataupun definisi dari kata dasar tersebut. Contoh kebakaran dari kata dasar "bakar" setelah mendapat akhiran dan awalan, maka "kebakaran" berarti hal-hal yang berhubungan dengan terbakar.

    Nah, begitu juga ketuhanan berarti hal-hal yang berhubungan dengan tuhan. Jadi berapa pun tuhannya asal berhubungan/berkaitan dengan tuhan, maka itulah ketuhanan. Selain itu dalam Pancasila disebutkan Ketuhanan Yang Maha Esa (KYME). Kata 'esa' dalam bahasa Sankerta berarti harus ada atau mutlak. Sedangkan kata 'satu' dalam bahasa Sankerta adalah 'eka' Jika maksud KYME adalah mengakui tuhan yang satu maka seharusnya Tuhan Yang Eka, tidak menggunakan awalan ke- dan akhiran -an serta tidak menggunakan kata esa.

    demikan

    salam,

    BalasHapus